Postingan ini aku ikutkan dalam lomba surat cinta untuk ibu yang diadakan oleh koran Jawapos. Gak tau menang ato gak. Mungkin isinya terlalu gelap, tapi emang itu yang aku rasakan ketika menulisnya. Rasa cinta itu gak bisa keluar begitu saja karena kadang sulit ngungkapin. Aku lebih fasih becanda daripada mengeluarkan kalimat emosional seperti ungkapan kasih sayang secara resmi. Sempet iri sama masyarakat Korea yang lebih ekspresif dalam mengungkapkan emosi mereka. Ibu, this is for you . . .
Ibu. Setiap kali melihatmu aku
ingin terus mengucapkan kata maaf. Maaf telah terburu-buru memutuskan untuk
keluar dari pekerjaanku. Maaf karena tidak bisa menahan tantangan di tempat
kerja dengan lebih kuat. Maaf karena menjadi bebanmu lagi. Maaf karena Engkau
tidak lagi memanasi sepeda motor di pagi hari sambil berdoa agar aku selamat
sampai di tempat kerja.
Terimakasih ibu untuk tawa yang
masih tulus ketika aku mengeluarkan candaan. Terimakasih ibu untuk selalu
menanyakan perlukah ibu menemani ketika aku lembur di rumah. Terimakasih Ibu
untuk kata-kata seandainya ibu bisa membantu menyelesaikan pekerjaanku. Terimakasih
Ibu untuk kesabaramu ketika aku berkata dengan nada tinggi. Terimakasih untuk
seluruh dukunganmu sampai saat ini, Ibu.
Ibu, Engkau berhak marah, Bu. Ibu
berhak memarahiku karena keputusan terburu-buruku untuk keluar dari pekerjaan.
Ibu harusnya memarahiku, Bu, mengapa aku tidak bisa menahan tekanan pekerjaan.
Mengapa aku menyerah pekerjaan yang aku anggap merendahkan kapasitas dan
mengabaikan harga diriku. Aku seharusnya terima semua perlakuan buruk itu
demimu, Ibu. Mengapa aku harus memperdulikan perkataan orang lain? Mengapa aku
mengorbankan wajah banggamu ketika aku berangkat bekerja hanya karena mereka
menganggap pekerjaan itu sebagai perbudakan? Aku dengan senang hati akan
melakukan “perbudakan” itu lagi, asal engkau tidak harus lagi melindungiku
ketika ada tetangga menanyakan kenapa aku tidak bekerja. Aku akan menyelesaikan
pekerjaanku sampai jam berapapun asal aku dapat membeli sesuatu untukmu, ibu.
Ibu mungkin tidak menyangka
tindakan ibu mengelap jok sepeda motorku ketika aku akan pergi membuatku
semakin ingin minta maaf kepada Ibu. Adakan yang lebih indah dari tindakanmu,
Ibu? Kini pesanmu agar aku selalu berhati-hati di jalan semakin jarang
terdengar karena aku tidak lagi rutin pergi pada pagi hari.
Kuatkan dirimu, Ibu. Tunggulah
dengan sabar sampai aku mendapatkan pekerjaan baru. Aku hanya berani
menjanjikan aku akan terus berusaha mendapatkan pekerjaan secepatnya agar dapat
membelikanmu sesuatu untukmu, Ibu. Maafkan aku, Ibu karena berani memintamu
menunggu kembali.
Saranghae, eomma
No comments:
Post a Comment